WISATA | 09 NOV 2023

Sejarah Kota Surabaya sejak Era Majapahit hingga Indonesia Merdeka

Surabaya terkenal memiliki sejarah panjang yang terkait dengan nilai-nilai heroisme. Kota ini sangat kental dengan sejarah yang mengandung nilai kepahlawanan. Nama Surabaya terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), yang kemudian secara harfiah diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang. Nilai kepahlawanan tersebut tercermin mulai dari awal mula berdirinya Kota Surabaya setelah menaklukan pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan hingga Pertempuran 10 November 1945, peperangan mempertahankan kemerdekaan NKRI.


Peristiwa pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan terjadi pada tahun 1293. Pertempuran tersebut sangat bersejarah hingga sampai saat ini diperingati sebagai hari jadi Kota Surabaya, yaitu setiap tanggal 31 Mei. Pasca kemerdekaan, Kota Surabaya menjadi tonggak penting sejarah Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Terjadinya pertempuran 10 November 1945 antara pasukan Indonesia melawan pasukan Sekutu, diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.


Secara geografis, Kota Surabaya terletak di bagian timur pesisir utara Pulau Jawa. Letaknya yang dekat dengan pantai membuat kota ini menjadi sentra pelabuhan dagang sejak abad ke-14. Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama Kerajaan Majapahit. Aktivitas perdagangan berkembang sangat pesat.


Pada masa kolonial, Belanda memposisikan pelabuhan di Kota Surabaya sebagai collecting centers. Hasil produksi perkebunan di beberapa wilayah di ujung timur Pulau Jawa hingga daerah pedalaman, untuk di ekspor ke Eropa. Hal ini sangat memungkina karena letak geografis Kota Surabaya yang sangat strategis. Secara geografis Kota Surabaya memang diciptakan sebagai kota dagang dan pelabuhan sejak awal berdirinya.


CakMin akan sedikit mengupas kisah-kisah historis berkaitan awal berdirinya Kota Surabaya. Sebuah rekam jejak historis yang merentang sejak masa kerajaan Majapahit sampai era kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945.

Sejarah Berdirinya Kota Surabaya

Merujuk dari buku Karya Handinoto (1996), mengutip G.H. von Faber, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940. Kota Surabaya diperkirakan didirikan pada tahun 1275 M oleh Kartanegara, Raja Singasari terakhir (1268-1292)


Berdasarkan Kitab Negarakertagama, kisah menuliskan bahwa Kaisar Mongol yaitu Kublai Khan menyuruh Singasari agar tunduk dibawah kekuasaan Kekaisaran Mongol. Akhirnya, Kubilai Khan mengirimkan seorang utusan untuk menemui Kertanegara pada 1289. Mongol yang kala itu menguasai hampir seluruh daratan Cina sampai ke ujung barat Kota Baghdad, mempunyai kekuatan tempur yang sangat hebat.

Kartanegara tidak gentar sama sekali. Kesuksesan Ekspedisi Pamalayu dalam menyatukan Jawa dan Melayu (Sriwijaya), membuat Kartanegara percaya diri mampu menandingi kedigdayaan Mongol. Justru, langkah yang diambil oleh Kertanegara sangat provokatif. Utusan Mongol tersebut disiksa dengan merusak muka dan memotong kuping.

Penghinaan tersebut dianggap sebagai pernyataan perang oleh Kubilai Khan. Pada tahun 1292, rombongan pasukan Tar-Tar dari Mongol dipimpin oleh Laksamana Shi Bi, Ike Mese dan Gao Xing, berlayar ke Jawa. Pasukan Mongol tiba dan berlabuh di Tuban pada tahun 1293.


Naasnya, Kartanegara sudah meninggal tepat setahun sebelum tentara Mongol tiba di Jawa. Dia terbunuh saat aksi pemberontakan Jayakatwang, penguasa Daha (Kediri). Namun, Kubilai Khan tidak mengetahui kejadian tersebut. Mengetahui situasi tersebut, Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Kertanegara dan kelak menjadi raja pertama Majapahit, memainkan siasat cerdik.


Raden Wijaya menghasut Pasukan Tar-Tar agar menyerang kubu Kayakatwang. Akhirnya, Pasukan Tar-Tar pun menyerang dan mengakibatkan Jayakatwang terbunuh. Setelah pemberontakan ditumpas oleh pihak Mongol, serangan manuver pun dilakukan. Pasukan Raden Wijaya menyerang Pasukan Tar-Tar dan mengusirnya dari tanah Jawa.


Pertempuran ini terjadi di muara Kali Mas pada 1293. Kisah kemenangan Raden Wijaya karena mampu memukul mundur kedigdayaan Mongol, ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai tonggak berdirinya Kota Surabaya pada 31 Mei 1293.


Sejarah Surabaya (Era Majapahit - Mataram Islam)

Sumber: Okezone


Keberadaan Surabaya sangat penting bagi Kerajaan Majapahit. Pelabuhan di Surabaya mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kerajaan Majapahit. Surabaya menjadi kota pelabuhan di pesisir utara Jawa yang sangat sibuk. Hilir mudik kapal dan tongkang di sepanjang pantai pelabuhan, kemudian melintas melalui Kali Brantas dan Kali Mas. 


Surabaya memiliki peran penting dalam menghubungkan bandar-bandar perdagangan di masa Majapahit. Bandar-bandar utama di daerah sepanjang pesisir utara dan timur Jawa, diantaranya Cirebon, Losari, Tegal, Semarang), Demak, Jepara, Rembang, Sedayu, Tuban, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Blambangan, Pajarakan, dan Panarukan.

Pasca keruntuhan kerajaan Majapahit, kerajaan-kerajaan Islam mulai menguasai tanah Jawa, termasuk Surabaya. Setelah keruntuhan kerajaan Demak kemudian digantikan oleh Pajang (1568-1587), Surabaya menjadi kota pesisir yang cukup independen. Pengaruh dagang pemimpin Surabaya pada masa itu menjangkau area-area, seperti Gresik, Sedayu, dan Mojokerto. Sedangkan jangkauan kapal-kapal dagang mereka mencapai Malaka dan Maluku.

Sampai pada akhirnya, Surabaya jatuh ke tangan Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung. Pengepungan terjadi selama 5 tahun dan menyebabkan banyak penduduk yang mati kelaparan dan terserang wabah penyakit. Surabaya tunduk dibawah kekuasaan kerajaan Mataram Islam sampai tahun 1743.


Terjadi perebutan kekuasaan di tubuh Mataram Islam. Raja Kasunanan Surakarta pertama, Pakubuwono II menjalin kerja sama dengan VOC untuk membantunya naik takhta kembali setelah mengalahkan pesaingnya, Amangkurat V. Akhirnya, Pakubuwono II menghibahkan pantai utara Jawa dan Madura, termasuk Surabaya,  kepada Gubernur Jenderal VOC “Baron van Imhoff".


Sejarah Surabaya (Masa Kolonial)

Sumber: Surabaya Historical


Selama di bawah kekuasaan VOC, Surabaya menjadi kota dagang utama dan sebagai pusat pemerintahan di Jawa bagian timur. Kekuasaan Surabaya diambil alih oleh pemerintahan Hindia Belanda pada 1799, saat VOC dinyatakan bangkrut. Surabaya tetap menjadi sentra dagang dan pusat pemerintahan kolonial di Jawa bagian timur. 


Gubernur Jenderal H.W. Daendels yang terkenal dengan pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan, juga turut membangun fasilitas kolonial di Surabaya. Dia mengubah Surabaya menjadi sebuah kota pertahanan dengan konsep kota benteng Lodewijk, yang dilengkapi pabrik senjata, asrama, dan rumah sakit militer.


Benteng lainnya, seperti benteng Prins Hendrik mengelilingi sebagian besar pusat kota Surabaya kala itu. Dalam lingkup wilayah benteng, berjejer pemukiman orang-orang Eropa yang megah. Pusat kota terletak di sebelah barat benteng. Disana berjejer perkantoran dan fasilitas publik, seperti kantor residen, kantor pos, ruko, gereja, dll. Di sebelah timur benteng, terdapat pemukiman orang-orang Arab, Melayu, dan Cina. Sedangkan, kaum pribumi terletak di luar benteng


Surabaya yang semula hanya sebuah kota dagang dan agraria, berubah menjadi sebuah kota megapolitan. Pada awal abad 20, Surabaya menjadi kota bandar gula terbesar ketiga di dunia. Surabaya bertengger sebagai bandar internasional sama hal nya seperti Kalkuta (India), Singapura, Bangkok, dan Thailand.



Sejarah Surabaya (Masa Kemerdekaan)

Pada 1942, Jepang berhasil memenangkan Perang Pasifik dan kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda pun runtuh. Jepang menyerukan propaganda anti-Barat dan menyuruh rakyat agar tunduk, serta mendukung upaya mereka memenangkan Perang Dunia II. Dibawah kekuasaan Jepang, pengaruh Belanda dan Eropa dihapuskan. Pejabat daerah diganti menjadi orang Jepang dan pribumi. Pada dasarnya, penjajahan Jepang yang terbilang singkat juga membawa kesengsaraan yang berat bagi masyarakat.


Akhirnya, Jepang menyatakan kekalahan melawan pasukan Sekutu pada Perang Dunia II. Kesempatan ini digunakan oleh pihak Indonesia untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.


Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memerdekakan diri dari penjajahan setelah kekalahan Jepang atas tentara Sekutu pada tanggal 9 Agustus 1945. Kekalahan Jepang tersebut membuat Indonesia tidak memiliki pemerintahan dan terjadi kekosongan kekuasaan. Kekalahan Jepang tersebut membuat Indonesia tidak memiliki pemerintahan dan terjadi kekosongan kekuasaan.


Melihat situasi dan kesempatan atas pemerintahan yang belum stabil pasca kemerdekaan, Belanda mempunyai rencana untuk menguasai kembali Indonesia. Pasukan Sekutu tiba di Indonesia untuk mengontrol wilayah yang dulu pernah dikuasai oleh Belanda. Surabaya, kota pelabuhan penting di Pulau Jawa, menjadi titik lokasi target operasi tersebut. 


Sumber: Detik


Pertempuran 10 November 1945 pun pecah, setelah terbunuhnya Jenderal A.W.S. Mallaby. Pertempuran Surabaya ini memakan banyak sekali korban yang berjatuhan. Baik dari kalangan pasukan Indonesia maupun dari pasukan Sekutu. 


Pertempuran ini juga menjadi lambang perjuangan rakyat Indonesia dan terus dikenang hingga saat ini. Setiap tahun, pada tanggal 10 November, Indonesia merayakan Hari Pahlawan untuk menghormati para pejuang yang telah berjuang dan gugur dalam perjuangan kemerdekaan. 


Pemerintah membangun Tugu Pahlawan dan Monumen 10 November di Surabaya. Tempat ini menjadi wisata sejarah bagi siapa saja yang ingin mengenang jasa para 'arek-arek Suroboyo' yang gugur di medan perang. Seusai mengunjungi Tugu Pahlawan, jangan lupa untuk mencicipi Lapis Kukus Pahlawan yo Rek! Camilan lezat ini sangat mudah dibeli baik secara online atau dengan mengunjungi outlet secara langsung. Sangat cocok sebagai oleh-oleh untuk keluarga tercinta.