Artikel
6 Gereja di Surabaya Peninggalan Belanda, Cantiknya Seperti di Eropa
Surabaya, sebagai kota yang kaya akan sejarah, memiliki banyak bangunan berarsitektur unik yang menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Salah satu jenis bangunan yang mencerminkan keberagaman dan keindahan arsitektur adalah gereja. Di tengah-tengah pusat kota Surabaya, terdapat sejumlah gereja bersejarah yang menjadi peninggalan masa lalu, memikat para pengunjung dengan keunikan dan keindahannya. Berikut 6 Gereja di Surabaya peninggalan Belanda yang cantiknya seperti di Eropa
Sumber: merdeka
6 Gereja di Surabaya Peninggalan Belanda
Salah satu manifestasi kehadiran Belanda yang masih dapat dinikmati hingga kini adalah gereja-gereja yang dibangun pada periode tersebut. Berikut adalah enam gereja bersejarah di Surabaya yang menunjukkan keelokan arsitektur dan keberagaman budaya di Surabaya:
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria (Kepanjen)
Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria, yang terletak di Jalan Kepanjen No.4-6 Surabaya, membangkitkan keagungan arsitektur neo gotik yang telah berdiri sejak tahun 1899. Sebagai salah satu gereja Katolik tertua di Surabaya, bangunan ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga bagian dari warisan sejarah kota.
Pembangunan Awal dan Transformasi
Sejarah gereja ini dimulai pada 22 Maret 1822, ketika Pastor Henricus Waanders bersama umat Katolik Surabaya mendirikan gereja pertama di Jalan Cendrawasih. Pada tahun 1899, gereja ini dipindahkan ke lokasi saat ini di Jalan Kepanjen. Pembangunan gereja ini bergaya neo gotik merupakan hasil kolaborasi antara arsitek Belanda, Westmaas, dan arsitek Indonesia, Muljono Widjosastro.
Keindahan Arsitektur dan Interior
Gereja ini memukau dengan kaca mozaik berwarna-warni yang menggambarkan perjalanan Kristus dan murid-muridnya. Dari sudut pandang atas, bangunan ini membentuk simbol salib. Ruang dalam gereja terdiri dari ruang utama, ruang doa di sisi kiri, dan kantor gereja. Pada tanggal 5 Agustus 1900, Mgr Edmundus Sybrandus Luypen memberkati gereja ini sebagai persembahan untuk Bunda Maria.
Transformasi Melalui Waktu
Selama masa kemerdekaan, gereja ini mengalami kebakaran namun tetap setia mempertahankan bentuk aslinya melalui proses renovasi. Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria adalah saksi bisu perjalanan sejarah kota Surabaya dan kehidupan umat Katolik di dalamnya.
Gereja Katolik Hati Kudus Yesus
Gereja Hati Kudus Yesus, yang terletak di Jalan Polisi Istimewa No.15, Surabaya, menjadi landasan spiritual bagi umat Katolik sejak diresmikan dan diberkati oleh Mgr Luypen pada 21 Juli 1921. Bangunan ini, rancangan Ed Cypress Bureau, mencerminkan kemegahan arsitektur zaman itu.
Inspirasi dan Desain
Gereja ini, resmi dengan biaya sebesar 160.000 Gulden, memiliki desain berbentuk empat persegi panjang dan konstruksi bentuk Basilika. Dibangun oleh arsitek Huswit-Fermont, gereja ini mampu menampung 900 orang pada saat diresmikan, meskipun jumlah umat Katolik pada waktu itu mencapai 2.000 orang.
Kepentingan Sejarah dan Budaya
Gereja Hati Kudus Yesus membawa kehadiran sejarah dan budaya Belanda ke tengah-tengah kota Surabaya. Atap yang besar dan rendah, jendela ala Belanda, dan konstruksi yang megah memberikan gambaran tentang keragaman arsitektur kolonial pada masa itu.
Gereja Katolik Kristus Raja
Gereja Katolik Kristus Raja, yang terletak di Jalan Residen Sudirman No.3, Surabaya, memiliki kisah unik sejak pembentukannya pada tahun 1923. Dengan pengaruh Lazaris, gereja ini menjadi bagian integral dari perkembangan Surabaya.
Misi Lazaris dan Pembentukan Paroki
Pada tahun 1923, lima imam Lazaris tiba di Surabaya, di antaranya Pastor Dr. Th. de Backere, CM; Th. H. Heuvelmans, CM; Cornelius Klamer, CM; E. Sarneel, CM; dan G.J. Wolters. Pembentukan Stasi Ketabang pada tahun 1927 menjadi awal dari perjalanan panjang menuju pembentukan Paroki Kristus Raja.
Perubahan Nama dan Pembangunan Gereja Baru
Sejak 1938, gereja ini mengalami transformasi, menjadi Santa Theresia Hulpkerk (Gereja Bantu Santa Theresia) atau gereja tetap Stasi Ketabang. Pasca pendudukan Jepang, Romo M. Dijkstra, CM memimpin pembangunan gereja baru pada tahun 1956. Sebuah langkah penting diambil pada tahun 1957 ketika gereja ini diberkati dan diresmikan oleh Mgr. Drs. J.A.M. Klooster, CM.
Pentingnya Peran Gereja dalam Masyarakat
Gereja Kristus Raja memainkan peran krusial selama masa pendudukan Jepang, menjadi pusat kegiatan dan kehidupan rohani. Dengan perubahan nama menjadi GKI Pregolan Bunder Surabaya pada 1987, gereja ini terus menjadi pusat kehidupan rohani dan kesaksian bagi umatnya.
Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat Jemaat (GPIB) Maranatha Surabaya
GPIB Maranatha di Jalan Yos Sudarso 2-4, Kel. Ketabang, Genteng, Kota Surabaya, adalah salah satu gereja Protestan dengan gaya arsitektur Belanda yang mencolok. Bangunan ini, yang menampilkan sentuhan art deco, telah diakui sebagai cagar budaya.
Gaya Arsitektur dan Pengakuan Cagar Budaya
GPIB Maranatha menciptakan identitasnya dengan atap besar dan rendah, jendela dan pintu bergaya Belanda. Pengakuan resmi sebagai cagar budaya oleh WALIKOTA SURABAYA pada 2011 menegaskan pentingnya keberadaan gereja ini sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya kota.
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pregolan Bunder Surabaya
GKI Pregolan Bunder, yang terletak di Jalan Pregolan Bunder, Surabaya, adalah salah satu gereja yang menjadi cagar budaya. Didirikan pada tahun 1918 oleh Pendeta Abraham Delfos, gereja ini mencerminkan gaya arsitektur kolonial yang kuat.
Pembangunan dan Transformasi
Awalnya dikenal sebagai Gereja Gereformeerd Surabaya (GGS) pada tahun 1881, gereja ini mengalami transformasi seiring waktu. Perubahan nama menjadi GKI Pregolan Bunder Surabaya pada tahun 1987 menandai perjalanan gereja ini dari awal pendiriannya hingga menjadi bagian integral dari kehidupan rohani masyarakat Surabaya.
Gereja Kristen Indonesia Ngagel
GKI Ngagel, yang berlokasi di Jalan Ngagel Jaya Utara 81, Kota Surabaya, adalah hasil peresmian pada 13 Desember 1966. Dengan luas sekitar 950 m2 dan empat lantai, gereja ini mampu menampung maksimal 252 orang.
Sejarah Singkat dan Pembangunan
GKI Ngagel bermula dari pembukaan pos kebaktian di rumah keluarga Kho Kiem Boen. Kebutuhan akan gereja yang lebih memadai mendorong pembangunan gereja ini pada 1 Januari 1966. Dalam waktu kurang dari setahun, gereja ini berhasil berdiri sebagai tempat ibadah yang signifikan bagi umat Kristen di Surabaya.
Pelestarian Sebagai Bagian Warisan Budaya
Semua gereja di Surabaya ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga merupakan saksi bisu perkembangan sejarah, arsitektur, dan budaya kota. Pentingnya pelestarian bangunan-bangunan ini sebagai bagian integral dari warisan budaya dan sejarah Surabaya tidak bisa diabaikan.
Dalam upaya pelestarian, kolaborasi antara pihak gereja, pemerintah setempat, dan masyarakat sangat penting. Langkah-langkah untuk merawat, mengamati, dan memahami nilai-nilai sejarah di setiap sudut gereja adalah investasi dalam warisan yang tidak ternilai bagi generasi mendatang. Seiring waktu, semoga jejak arsitektur dan sejarah gereja-gereja di Surabaya akan terus menjadi bagian dari keberlanjutan dan identitas kota yang membanggakan.
Setelah berkunjung ke gereja di Surabaya, jangan lupa untuk menikmati lapis kukus Pahlawan sebagai camilan atau dessert Rek. Lapis kukus Pahlawan adalah salah satu kuliner khas Surabaya yang selalu menjadi pilihan oleh - oleh utama. Lapis kukus ini memiliki rasa yang manis dan legit, dengan tekstur yang lembut dan kenyal.