WISATA | 13 SEP 2023

Mengenal Jalur Kereta Api Surabaya: Sejarah dan Pengembangannya Hingga Kini

Jalur kereta api lintas Surabaya membentang mengelilingi wilayah Kota Surabaya, Jawa Timur, dan termasuk dalam Daerah Operasi VIII Surabaya. Jalur ini terdiri dari sejumlah segmen yang menghubungkan Surabaya dengan berbagai tujuan, termasuk Malang, Jember, Banyuwangi, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.


Jalur ini melayani berbagai jenis kereta api, seperti kereta antarkota, lokal, dan komuter, memungkinkan mobilitas yang lancar dalam dan sekitar kota.


Sejarah Pembentukan Jalur Kereta Api Surabaya-Pasuruan

Staatsspoorwegen (SS) didirikan secara resmi pada 6 April 1875 sebagai perusahaan kereta api. Pemerintah Kolonial memberikan tugas kepada SS untuk membangun jaringan kereta api yang menghubungkan kota-kota penting di Jawa, yaitu Batavia, Bandung, dan Surabaya, yang juga terhubung dengan jalur Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).


Kehadiran SS mendorong semaraknya proyek perkeretaapian di Jawa. Pabrik-pabrik gula yang bermunculan di kawasan Sidoarjo dan Pasuruan diharapkan bisa mendukung perekonomian, seiring meningkatnya permintaan gula di Hindia Belanda dan Eropa.


Jalur kereta api Surabaya–Pasuruan adalah jalur pertama yang dibangun oleh SS dan selesai pada 16 Mei 1878. Jalur ini melintasi Bangil dan Sidoarjo, menghubungkan pabrik-pabrik gula di Sidoarjo dan Pasuruan dengan pelabuhan di Surabaya.


Koneksi antara Kalimas, Sidotopo, dan Benteng

Pada tahun 1880-an, SS mengembangkan jalur kereta api yang menghubungkan Surabaya dan Sidotopo dengan pelabuhan Kalimas. Jalur ini selesai pada 1 Januari 1886, termasuk pembukaan stasiun barang baru di utara Fort Prins Hendrik (sekarang Stasiun Benteng).



Sejarah Kereta Api di Surabaya (sumber: cnbc)


Pembangunan Jalur Kereta Api oleh NIS

Setelah meraih kesuksesan, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) melanjutkan ekspansi jalur kereta api. Pada 1 September 1897, NIS mendapat izin untuk membangun jalur kereta api baru yang menghubungkan Goendih–Gambringan–Bodjonegoro–Soerabaja. Jalur ini memiliki lebar sepur 1.067 mm dan selesai pada tahun 1902-1903, dengan Stasiun Surabaya Pasarturi sebagai akhir lintasnya.


Pengembangan dan histori jalur-jalur kereta api ini merupakan bagian tak terpisahkan dari perkembangan transportasi dan konektivitas di Surabaya, memainkan peran penting dalam membentuk sejarah dan mobilitas di kota ini.


Peristiwa Pertempuran di Surabaya dan Pembangunan Jalur Kereta Api

Pada tanggal 15 November 1945, surat kabar "The Argus" memberitakan bahwa pasukan Inggris dan India (Gurkha) berhasil merebut salah satu stasiun dan beberapa gedung pemerintahan di pusat Kota Surabaya. Pertempuran sengit terjadi terutama di sepanjang segmen Kalimas–Surabaya Kota–Benteng, terutama di lintas Kalimas–Surabaya Kota, antara pasukan Indonesia melawan pasukan Inggris dan India.


Serangan udara menggunakan pesawat Thunderbolt RAF, tembakan artileri dan mortir, serta dukungan dari tank-tank Stuart berhasil mengubah situasi. Pasukan Gurkha berhasil menjaga pergerakan mereka sejauh 500 yard dan melewati jalur rel kereta api. Pasukan Indonesia memberikan perlawanan dari bunker perlindungan udara yang telah dibangun sebelumnya oleh Jepang. 


Saat pasukan Gurkha mundur dan mencoba mengakses jembatan kereta api di atas Sungai Kalimas dekat Stasiun Surabaya Kota, pasukan Indonesia melancarkan serangan balasan dengan pengorbanan besar. Sayangnya, mereka terjebak dalam tembakan senapan mesin yang mengakibatkan 60 pejuang gugur dan beberapa lainnya terluka.


Hingga saat ini, bekas pertempuran tersebut masih dapat ditemukan di jembatan kereta api di Sungai Kalimas dekat stasiun tersebut. Bukti-bukti tersebut mencakup rangka jembatan yang penyok akibat hantaman peluru shrapnel.


Pembangunan Jalur Kereta Api Pasarturi - Gubeng

Pada tahun 2007, dimulailah pembangunan jalur kereta api pintas Pasarturi–Gubeng sebagai respons terhadap analisis kegiatan operasional di Stasiun Sidotopo yang melibatkan daerah permukiman padat penduduk. Proyek ini juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pergerakan kereta api antara dua stasiun utama di Surabaya. Meskipun rencananya diuji coba pada April 2011 oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian, jalur ini belum beroperasi secara reguler.


Saat ini, beberapa layanan kereta penumpang melayani jalur ini, seperti Jayabaya (sejak 18 Oktober 2014), Commuter Line Arjonegoro (sebelumnya Ekonomi Lokal Bojonegoro, mulai 1 April 2015), Commuter Line Sindro (sebelumnya KRD Komuter Sindro, mulai 10 Februari 2021), Blambangan Ekspres (sejak 2 Desember 2022), dan Pandalungan (sejak 1 Juni 2023).


Stasiun Surabaya Kota (Stasiun Semut): Mengulik Sejarah dan Transformasinya

Stasiun Surabaya Kota (SB), yang lebih dikenal dengan sebutan Stasiun Semut, terletak di Bongkaran, Pabean Cantikan, Surabaya. Lokasinya berada di sebelah utara Stasiun Surabaya Gubeng dan seringkali menjadi destinasi akhir perjalanan kereta api dari jalur selatan Pulau Jawa yang menghubungkan Surabaya dengan Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta (sekarang dilayani oleh Stasiun Surabaya Gubeng). 


Stasiun lain yang memiliki peran penting di Surabaya adalah Stasiun Pasar Turi, yang menghubungkan Surabaya dengan Semarang dan Jakarta. Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, Jawatan Kereta Api mulai memberikan layanan kereta api antara Jakarta dan Surabaya Pasar Turi melalui Semarang, dan Stasiun Semut kemudian berfungsi sebagai tempat perawatan kereta api jarak menengah dan jarak jauh serta pelayanan untuk kereta komuter.


Stasiun Surabaya Kota dibangun seiring dengan perkembangan jalur kereta api Surabaya-Malang dan Pasuruan pada sekitar tahun 1870. Tujuannya adalah untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan dari wilayah pedalaman Jawa Timur, terutama dari Malang, ke Pelabuhan Tanjung Perak yang juga mulai dibangun pada periode tersebut. Gedung stasiun ini resmi diresmikan pada tanggal 16 Mei 1878. Seiring dengan peningkatan penggunaan kereta api, pada tanggal 11 November 1911, bangunan stasiun ini mengalami perluasan hingga mencapai bentuknya seperti yang kita kenal saat ini.


Stasiun Surabaya Kota menjadi titik akhir bagi kereta api ekspres terbaik pada masanya. Ini termasuk Eendaagsche yang mampu menghubungkan Jakarta dengan Surabaya dalam waktu tercepat, hanya 11 jam 30 menit pada era 1930-an. Bahkan hingga awal tahun 1990-an, stasiun ini menjadi pangkalan bagi kereta ekspres malam Bima yang menyediakan layanan kereta tidur.


Berkat peran sejarahnya yang signifikan, Stasiun Kereta Api Surabaya Kota ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Surabaya melalui surat keputusan Nomor 188.45/251/402.1.04/1996, tanggal 26 September 1996. Keputusan ini mengakui pentingnya menjaga keaslian 61 bangunan bersejarah di Surabaya, termasuk Stasiun Surabaya Kota. Sayangnya, eksistensi stasiun ini sempat terancam oleh rencana pembangunan pusat perbelanjaan dan kawasan perdagangan yang bisa mengganggu integritas lanskap stasiun, serupa dengan nasib Stasiun Jakarta Kota di Jakarta. Bahkan, pembongkaran wilayah tersebut terjadi dengan keterlibatan PT Kereta Api Indonesia.


Naik kereta api adalah salah satu cara paling seru dan nyaman untuk menjelajahi Surabaya dan sekitarnya. Setelah tiba di tujuan akhir perjalanan, ada cara yang sempurna untuk merayakan petualangan yaitu dengan menikmati Lapis Kukus Pahlawan.


Lapis Kukus Pahlawan merupakan oleh-oleh yang cocok untuk dibawa pulang setelah naik kereta api di Surabaya. Kue ini memiliki rasa yang lembut dan manis, serta tersedia dalam berbagai varian rasa yang bisa disesuaikan dengan selera.