Artikel
Kenalan sama 7 Tradisi Jawa Timur, Yuk! Makin Cinta Indonesia!
Tradisi Jawa Timur – Tak kenal maka tak sayang, itulah slogan yang berlaku pada semua aspek kehidupan kita termasuk budaya. Nah belakangan ini gerakan #localpride benar-benar mengguncangkan media sosial. Mulai dari penggunaan barang-barang lokal hingga memilih tujuan travelling ke daerah Indonesia. Apakah kamu salah satunya?
Tentunya gerakan ini merupakan gerakan yang positif, ya! Apalagi mengingat masih banyak masyarakat Indonesia yang memilih bepergian ke luar negeri daripada dalam negeri. Salah satu contoh daerah di Indonesia yang cocok untuk dihampiri adalah Jawa Timur.
Jawa Timur terkenal dengan budayanya yang beraneka ragam serta kulinernya yang tentunya bikin kamu semakin ngiler. Untuk semakin mengabdi pada gerakan #localpride, yuk kita simak apa saja tradisi Jawa Timur yang wajib kamu tahu supaya semakin sayang Indonesia!
1. Upacara Kasada di Bromo
Upacara ini merupakan ritual tradisional tahunan yang dilakukan oleh Suku Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur. Apa makna dari upacara Kasada ini? Rupanya, tradisi Jawa Timur ini merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan sehingga dilakukan doa bersama seperti meminta berkah dan dilindungi dari malapetaka.
Upacara Kasada dilakukan setahun sekali pada tanggal 15 hingga 16 bulan Kasada tanggalan Tengger dan saat bulan purnama tampak di langit secara utuh.
2. Upacara Larung Ari-Ari
Ari-ari atau plasenta memiliki makna penting dalam tradisi masyarakat Jawa Timur. Plasenta dianggap sebagai ‘teman’ saat bayi berada di rahim. Upacara melarung atau menghanyutkan ari-ari dilakukan di sungai atau laut. Saat pelarungan, ari-ari diletakkan pada suatu wadah yang berisi bunga 7 rupa, kendi, kain putih, dan jarum.
Proses pelarungan sendiri diiringi dengan lagu-lagu daerah yang dianggap mistis seperti Dandhang Gula. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk mendoakan si kecil agar hidupnya aman dan sentosa. Namun beberapa masyarakat menganggap larung ari-ari hanya dilakukan dengan menanam ari-ari di tanah saja.
3. Tradisi Temu Manten Pegon
Tradisi ini menjadi bukti akulturasi budaya di Indonesia yang beraneka ragam. Tradisi ini merupakan proses pertemuan mempelai pria dan wanita yang memiliki unsur Arab, Jawa, Belanda, dan China. Kamu bisa melihat unsur-unsur ini dari pakaian mereka.
4. Pingitan
Pingit memiliki arti mengurung diri di rumah. Tradisi Jawa Timur ini dilakukan ketika mempelai wanita beberapa hari sebelum menikah. Tidak hanya berdiam diri, tapi wanita diwajibkan membantu sang ibu dan belajar urusan rumah tangga. Selain itu ada pula kepercayaan bahwa wanita harus diam di rumah agar terhindar dari marabahaya.
Namun pada zaman sekarang pingitan sudah jarang mengingat wanita karir sudah semakin banyak. Cuti pun tidak boleh lama-lama.
5. Labuhan Pantai Ngliyep di Malang
Pantai Ngliyep merupakan salah satu pantai terkenal di Malang dan memiliki ombak ganas yang bisa menyeret korban ke Samudra Hindia. Ritual ini bertujuan untuk meminta perlindungan kepada Sang Pencipta agar para nelayan dilindungi dari ganasnya ombak.
Ritual dilakukan dengan mempersembahkan upeti seperti makanan dan hidangan lainnya. Kemudian upeti tersebut dihanyutkan ke laut Ngliyep. Umumnya, ritual ini dilakukan di pertengahan Bulan Maulud sesuai kalender setempat.
6. Ritual Tumpeng Sewu
Tradisi ini merupakan tradisi suku Osing di Banyuwangi. Tumpeng Sewu digelar seminggu sebelum Idul Adha setahun sekali.
Tujuannya adalah mengucapkan syukur kepada Tuhan dengan cara mengkonsumsi tumpeng bersama-sama. Sebelum acara makan-makan, warga wajib menjemur kasur bersama-sama di halaman rumah pada pagi hari kemudian dibacakan doa.
Tradisi ini tidak main-main. Warga luar desa bahkan luar negeri menganggap tradisi ini menjadi keunikan tersendiri sehingga tidak ragu untuk berpartisipasi.
7. Kebo-keboan
Tradisi ini juga merupakan tradisi dari Banyuwangi. Sejarah tradisi ini berawal dari musibah pagebluk yaitu ketika semua orang terkena penyakit misterius serta tanaman diserang hama dan merugikan panen. Salah seorang tetua desa menyarankan semua warga melakukan ritual kebo-keboan untuk memuji Dewi Sri, dewi kesuburan tanaman.
Menurut cerita, penyakit tersebut hilang seketika dan hama pun hilang. Hingga saat ini, kebo-keboan terus dilakukan sebagai ritual yang harus dilestarikan.