Artikel
5 Tradisi Surabaya yang Unik, Dari Pitonan Hingga Gulat Okol
Keanekaragaman suku dan etnis budaya di Indonesia ternyata juga berdampak pada diversifikasi tradisi yang berkembang di masyarakatnya. Tidak terkecuali di kota metropolitan seperti Surabaya yang ternyata masih memiliki sejumlah tradisi di tengah-tengah gempuran perkembangan zaman.
Baca juga: Bebek Purnama Surabaya: Satu-Satunya dan Tidak Ada Cabang
Tradisi Surabaya yang tergolong unik ini bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung dan ingin menyaksikan. Berikut ini 5 tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Kota Pahlawan tersebut!
Sedekah bumi
Foto oleh @mharisii
Bukan hanya di Jawa Tengah, sedekah bumi juga menjadi tradisi yang masih banyak dilakukan di Jawa Timur. Di Surabaya, sedekah bumi biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan Sambikerep.
Ini merupakan wujud dari rasa syukur atas hasil bumi atau panen yang melimpah. Melalui tradisi sedekah bumi, masyarakat berharap diberi rezeki yang lebih melimpah serta dijauhkan dari mara bahaya.
Dalam tradisi sedekah bumi, masyarakat akan membuat tumpeng yang diisi dengan berbagai hasil bumi seperti buah dan sayur. Tumpeng ini kemudian diperebutkan oleh semua orang yang hadir.
Larung ari-ari
Larung dalam bahasa Jawa berarti “menghanyutkan”. Oleh karena itu, larung ari-ari merupakan sebuah tradisi menghanyutkan ari-ari yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Surabaya yang tinggal di daerah pesisir.
Tradisi ini dilakukan setiap ada bayi yang baru lahir dengan harapan dapat memberikan banyak rezeki bagi orang tua dan anaknya. Ari-ari bayi yang sudah dibersihkan tidak dikubur di dalam tanah seperti tradisi masyarakat Indonesia pada umumnya, namun dihanyutkan ke laut.
Pelaksanaan tradisi ini diiringi dengan tembang Macapat Dandhang Gula. Air-ari bayi yang dilarung ke laut dilepas bersama dengan kendil, bunga tujuh rupa, kain putih, dan jarum.
Pitonan
Tradisi untuk menyambut kelahiran bayi tidak hanya larung ari-ari saja. Masih ada satu tradisi lagi di kota Surabaya, yaitu pitonan. Istilah pitonan diambil dari kata “pitu” yang berarti tujuh dalam bahasa Jawa.
Pitonan merupakan perayaan yang digelar oleh keluarga setelah bayi menginjak suai tujuh bulan, sebagai wujud rasa syukur atas kesehatan yang diberikan kepada sang bayi. Pitonan juga memiliki tujuan lain yaitu untuk mendoakan rezeki, keselamatan, dan masa depan anak agar memiliki kehidupan yang baik nantinya.
Gulat okol
Foto oleh @pagipho
Tradisi unik selanjutnya yang ada di Surabaya adalah gulat okol. Seperti namanya, ini adalah permainan gulat yang dilakukan oleh 2 orang. Namun bedanya, gulat tidak dilakukan di atas permukaan tanah melainkan di atas tumpukan jerami!
Selain menggunakan tumpukan jerami, para pemain juga bisa bergulat di atas karung goni sebagai gantinya. Biasanya tradisi gulat okol dilakukan di musim kemarau sebagai bagian dari ritual memanggil hujan. Tidak hanya itu, gulat okol juga sering dijadikan permainan untuk menjalin kerukunan dan kearkaban dengan sesama warga.
Temu manten pagon
Tradisi temu manten pagon merupakan pertemuan antara calon pengantin pria dan calon penganti wanita. Sayangnya, tradisi ini sudah sangat jarang dilakukan lantaran biayanya cukup mahal.
Namun temu manten pegon masih bisa dijumpai di beberapa acara pernikahan. Ritual ini sangat kental dengan unsur budaya Surabaya, Arab, dan Tionghoa. Lalu dilanjutkan dengan arak-arakan meriah bersama rombongan keluarga dan biasanya menjadi tontonan bagi warga setempat.
Selain memiliki banyak kuliner legendaris dan destinasi wisata menarik, kota Surabaya juga masih mempertahankan sejumlah tradisi yang menjadi cerminan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya.