Artikel
7 Pahlawan Nasional dari Surabaya yang Perannya Sangat Berharga untuk Indonesia
Pahlawan Nasional adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada para pejuang yang telah memberikan jasa dan pengorbanan besar bagi Negara Republik Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan memperjuangkan kemerdekaan negara ini. Pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pahlawan dari Surabaya (sumber: viva)
Berikut adalah beberapa Pahlawan Nasional terkenal yang berasal dari Surabaya:
Bung Tomo
Bung Tomo, nama lengkap Sutomo, adalah salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang sangat dihormati. Lahir di Kampung Blauran, Surabaya pada 3 Oktober 1920, Bung Tomo adalah anak dari Kartawan Tjiptowidjojo, seorang priyayi golongan menengah yang pernah bekerja dalam berbagai jabatan, termasuk pegawai pemerintah dan staf perusahaan swasta Belanda.
Peran Bung Tomo dalam Pertempuran 10 November 1945 menjadi legendaris. Dia terkenal dengan kalimat terkenalnya "Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!" Bung Tomo menikahi Sulistina, bekas perawat PMI, dan dikaruniai empat orang anak. Ia wafat pada 7 Oktober 1981 dan secara resmi diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008.
KH. Mas Mansur
Kiai Haji Mas Mansur adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pejuang tanpa senjata yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan. Mas Mansur berjuang melalui organisasi dan tulisan-tulisannya.
Ia menghasilkan berbagai tulisan berbobot, termasuk dalam majalah Soeara Santri dan Djinem yang menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab. Beberapa ide dan gagasannya dihimpun dalam buku Rangkaian Mutu Manikam Kyai Hadji Mas Mansur oleh Amir Hamzah Wirjosukarto pada tahun 1968. Lahir pada 25 Juni 1896, Mas Mansur termasuk dalam tokoh Empat Serangkai bersama Bung Karno, Bung Hatta, dan Ki Hajar Dewantara. Ia wafat pada 25 April 1946.
HR. Mohammad Mangoendiprodjo
Lahir di Sragen, Jawa Tengah pada 5 Januari 1905, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Raden Muhammad Mangoendiprodjo adalah seorang pejuang kemerdekaan dan perwira militer Indonesia yang berperan dalam Pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November 1945.
Perannya dalam mengkoordinir pengambilan senjata dari tentara Jepang untuk mempersenjatai Tentara Keamanan Rakyat membuatnya menjadi tokoh yang sangat dihormati. Bahkan dalam pertempuran Surabaya, ia memiliki peran penting dalam negosiasi gencatan senjata dengan Brigadir Mallaby.
H.R. Muhammad Mangoendiprodjo adalah cicit dari Setjodiwirjo, atau dikenal sebagai Kiai Ngali Muntoha, yang merupakan salah seorang keturunan Sultan Demak dan merupakan teman seperjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda.
Atas jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan, Presiden Joko Widodo memberikan gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 7 November 2014 sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan atas pengabdiannya bagi negara.
Gubernur Suryo
Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo, atau dikenal dengan nama Gubernur Soerjo, lahir pada 9 Juli 1898. Ia adalah seorang pahlawan nasional dan gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga 1948. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Bupati Magetan dan Su Cho Kan Bojonegoro (Residen) sebelum akhirnya menjabat sebagai gubernur Jawa Timur.
Gubernur Suryo dikenal karena ketegasannya dalam menentang ultimatum Inggris yang mengharuskan Indonesia menyerahkan Surabaya setelah kematian Brigadir Mallaby. Melalui pidatonya di RRI, ia menyatakan bahwa rakyat Surabaya, yang dikenal sebagai Arek-arek Suroboyo, tidak akan pernah menyerah pada ultimatum Inggris dan akan melawan hingga tetes darah penghabisan.
Pertempuran besar antara rakyat Jawa Timur melawan Inggris di Surabaya meletus pada tanggal 10 November 1945, yang berlangsung selama tiga minggu dan menyebabkan Surabaya menjadi kota mati.
Sayangnya, pada tanggal 9 November 1948, Gubernur Suryo dan dua orang polisi dicegat dan terbunuh oleh pasukan pro-PKI di Walikukun.
Jasa-jasa Gubernur Suryo dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa membuatnya diakui sebagai pahlawan nasional, dan dia dimakamkan di Makam Sasono Mulyo, sebuah monumen untuk mengenang jasanya di Kabupaten Ngawi. Hari Pahlawan adalah momen untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, termasuk para pahlawan dari Surabaya, yang telah berjuang hingga titik darah penghabisan demi kemerdekaan dan kemajuan Indonesia.
Mayjen Sungkono
Lahir pada 1 Januari 1911 di Purbalingga Kidul, Kabupaten Purbalingga, Mayjen Sungkono adalah seorang tokoh militer Indonesia yang berjasa dalam Pertempuran Surabaya. Saat itu, ia menjabat sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan memegang peranan penting sebagai Panglima Angkatan Perang Surabaya.
Pada pertempuran tersebut, Mayjen Sungkono berhasil memainkan peran ganda sebagai pemimpin yang berani dan penyulut semangat bagi para pejuang. Meski hanya memiliki persenjataan minim hasil rampasan dari tentara Jepang, para pejuang di Surabaya mampu membuat pasukan Inggris kewalahan dan tak gentar menghadapi persenjataan lengkap milik Inggris. Kesungguhan dan semangat juang Mayjen Sungkono dalam Pertempuran Surabaya akan selalu dikenang sebagai bagian penting dari perjuangan bangsa Indonesia.
Roeslan Abdulgani
Roeslan Abdulgani merupakan tokoh penting dalam terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Sejak kecil, Roeslan telah ditanamkan jiwa nasionalisme oleh ayahnya, dan hal ini membentuk pemahamannya akan pentingnya keberagaman.
Dalam pertempuran tanggal 10 November 1945, Roeslan terlibat ketika pasukan sekutu mendarat di Surabaya. Namun, pertempuran tersebut memaksa Roeslan untuk meninggalkan Surabaya menuju Malang. Di sana, ia menjadi Sekretaris Jenderal Menteri Penerangan dari tahun 1947 hingga 1954. Roeslan memperoleh gelar Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat dan Bintang Mahaputra atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan perannya dalam KAA Bandung.
Gubernur Suryo
Gubernur Suryo dikenal sebagai sosok yang tegas, terutama dalam melawan penjajah. Pidatonya yang berani menyatakan bahwa Arek-arek Suroboyo tidak akan pernah menyerah pada ultimatum Inggris dan akan melawan hingga tetes darah penghabisan, menjadi bukti ketegasannya.
Sebagai pionir gubernur Jawa Timur, Gubernur Suryo memiliki peran besar dalam melakukan perjanjian gencatan senjata dengan Brigadir A.W.S Mallaby saat pertempuran 10 November 1945 berlangsung di Surabaya.
Tokoh tokoh di atas telah memberikan kontribusi yang berharga dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Momen pertempuran 10 November di Surabaya menjadi kenangan berharga dalam perjalanan bangsa, dan jasa-jasa mereka patut diapresiasi dan dikenang sebagai pahlawan dan tokoh berjasa bagi Indonesia. Nama Jalan Mayjen Sungkono di Surabaya menjadi bentuk penghormatan atas jasa Mayjen Sungkono, seorang pejuang hebat dalam Pertempuran Surabaya yang mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Itu dia pahlawan nasional asal Surabaya. Di tengah semangat perjuangan mereka, ada satu makanan khas yang memiliki makna sejarah yang mendalam, yaitu Lapis Kukus Pahlawan Surabaya.
Sesuai namanya Lapis Kukus Pahlawan Surabaya adalah makanan khas yang menjadi simbol perjuangan pahlawan-pahlawan nasional di kota Surabaya. Makanan ini memiliki sejarah panjang dan mengandung makna yang mendalam bagi warga Surabaya.
Lapis Kukus Pahlawan Surabaya juga mengingatkan tentang kisah heroik para pahlawan nasional yang berjuang demi Indonesia merdeka. Semangat mereka terus hidup dalam makanan ini dan menjadi inspirasi bagi warga Surabaya dan seluruh bangsa Indonesia untuk terus berjuang dan menghargai kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan susah payah.